KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena tuntunan, rahmat, dan karunia-Nyalah yang telah memberikan
berkat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “
Kasus Etika Profesi Akuntansi pada Kasus Manipulasi Laporan
Keuangan PT KAI 2006 “ tepat
pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan
dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi Internasional Makalah yang
penulis susun ini memang masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk
penyusunannya maupun materinya. Kritik dari pembaca yang membangun sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan makalah kami selanjutnya semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa terutama dalam menyusun
makalah selanjutnya yang dapat digunakan sebagai referensi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pentingnya penerapan Etika Profesi merupakan
pedoman yang penting dalam berperilaku yang baik dalam suatu profesi. Belakangan ini banyak sekali
pelanggaran dan kecurangan yang timbul akibat penerapan etika profesi yang
tidak maksimal. Banyak kecurangan-kecurangan yang timbul karena terkikisnya
kejujuran dan kebijaksanaan dalam berperilaku. Banyak perusahaan yang kurang
memperhatikan terhadap laporan keuangan tersebut apakah sudah sesuai atau
kurang sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku di Indonesia. Untuk itu,
perusahaan dapat menggunakan jasa audit yang dianggap independen dalam
memeriksa laporan keuangan tersebut, jasa audit yang dimaksud adalah dengan
menggunakan jasa auditor eksternal yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik. “Salah
satu contoh kasus audit umum yang dialami oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT.
KAI). Kasus ini menunjukkan bagaimana proses tata kelola yang dijalankan dalam
suatu perusahaan dan bagaimana peran dari tiap-tiap badan pengawas dalam
memastikan penyajian laporan keuangan tidak salah saji dan mampu menggambarkan
keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Kasus
PT. KAI berawal dari perbedaan pandangan antara Manajemen dan Komisaris,
khususnya Ketua Komite Audit dimana Komisaris menolak menyetujui dan
menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit oleh Auditor Eksternal.
Komisaris meminta untuk dilakukan audit ulang agar laporan keuangan dapat
disajikan secara transparan dan sesuai dengan fakta yang ada. Salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya kasus PT. KAI adalah rumitnya laporan keuangan PT.
KAI.
Perbedaan
pandangan antara manajemen dan komisaris tersebut bersumber pada perbedaan
mengenai, masalah uang muka gaji. Biaya dibayar dimuka sebesar Rp. 28 milyar
yang merupakan gaji Januari 2006 dan seharusnya dibayar tanggal 1 Januari 2006 tetapi
telah dibayar per 31 Desember 2005 diperlakukan sebagai uang muka biaya gaji,
yang menurut Komite Audit harus dibebankan pada tahun 2005. Dari kasus diatas
dapat dilihat bahwa terdapat perselisihan antara manajemen dan komite audit,
dimana dalam menentukan pembayaran gaji untuk bulan Januari 2006, komite audit
meminta untuk dibebankan pada Desember 2005. Menurut laporan yang dihasilkan
oleh auditor eksternal, pembayaran gaji dapat dibayarkan dimuka pada Bulan
Desember 2005 untuk pembayaran gaji tahun 2006.
Dari penjelasan tentang pentingnya peran
akuntan publik tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil judul kasus
pelanggaran etika profesi akuntansi tentang manipulasi laporan keuangan PT. KAI
yang diharapkan dapat memberikan informasi lebih nyata tentang pentingnya etika
profesi akuntansi agar pembaca dapat lebih mudah memahaminya.
1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
1.Bagaimana opini penulis
terhadap masalah yang terjadi pada kasus PT. KAI?
2.Etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. KAI?
1.2.2 Batasan masalah
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, penulis hanya membahas kasus PT. KAI pada tahun 2006
1.3 Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah apa yang terjadi pada PT.
KAI
2. Untuk mengetahui etika profesi apa yang
dilanggar oleh PT. KAI
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Etika
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995)
Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak
dan kewajiban moral. Menurut Maryani & Ludigdo
(2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur
perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang
di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Istilah Etika
berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,
watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan. Dalam Al Qur’an disebut dengan khuluk (etika), Khayr (kebaikan),
Birr (kebenaran), Qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan dan keadilan), haqq
(kebenaran dan kebaikan) dan ma’ruf (mengetahui dan menyetujui).
2.2 Etika
Akuntansi
Menurut
International Federation of Accountants dalam Regar,2003
yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang
mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk
bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada
perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah,
dan akuntan sebagai pendidik.
Dalam arti sempit,profesi akuntan adalah lingkup pekerjaanyangdilakukan
oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit,
akuntansi, pajak dankonsultan manajemen. Profesi
Akuntan biasanya dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti
organisasi lainnya, misalnya Ikatan Dokter Indonesia(IDI).
Adapun
ciri profesi menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
1.
Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan
pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
2.
Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur
tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
3.
Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui
oleh masyarakat atau pemerintah.
4.
Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5.
Bekerja bukan dengan motif
komersil tetapi didasarkan kepada
fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.
Tujuan profesi akuntansi adalah
memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai
tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
1.
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas
informasi dan sistem informasi.
2.
Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas
dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntansebagai profesional di bidang
akuntansi.
3.
Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa
yang diperoleh dari akuntan diberikan denganstandar kinerja tertinggi.
4.
Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa
yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian
jasa oleh akuntan.
2.3 Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
1.
Prinsip Etika
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan
prinsip etika sebagai berikut:
a. Tanggung
Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan
profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerjasama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
b. Kepentingan
Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme.
c. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang melandasi
kepercayaan public, mengharuskan seorang anggota untu bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
d. Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh pihak lain.
e. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat
dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
f.
Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi
yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
g. Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi sebagai perwujudan tanggungjawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
h. Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya
sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Standar
teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
- Aturan Etika
a. Independensi, Integritas dan Obyektivitas
Independensi berarti
dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap
mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam
standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh IAI. Integritas dan
Obyektifitas dimana anggota KAP mempertahankan integrits dan obyektifitas harus
bebas dari konflik kepentingan dan tidak boleh membiarkan adanya salah saji.
b. Standard Umum dan Prinsip Akuntansi
Standard Umum, anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini
beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar
yang ditetapkan IAI:
1.
Kompetensi Profesional.
Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian
jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat
diselesaikan dengan kompetensi profesional.
2. Kecermatan
dan Keseksamaan Profesional.
Anggota
KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan
keseksamaan profesional.
3.
Perencanaan dan Supervisi.
Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi
secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
4. Data Relevan
yang Memadai.
Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang
memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi
sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya
Prinsip Akuntansi, Anggota KAP tidak diperkenankan:
1. menyatakan pendapat atau memberikan penegasan
bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum atau
2. menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya
modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut
agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, apabila laporan tersebut
memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara
keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur
standar yang ditetapkan IAI. Dalam keadaan luar biasa, laporan atau data
mungkin memuat penyimpangan seperti tersebut diatas. Dalam kondisi tersebut
anggota KAP dapat tetap mematuhi ketentuan dalam butir ini selama anggota KAP
dapat menunjukkan bahwa laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat
penyimpangan seperti itu, dengan cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi
dampaknya (bila praktis), serta alasan mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi
yang berlaku umum akan menghasilkan laporan yang menyesatkan.
c. Tanggung Jawab Kepada Klien
Anggota KAP tidak
diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia tanpa persetujuan
klien.
d. Tanggung Jawab kepada Rekan
Anggota wajib memlihara
citra profesi dan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak
citra reputasi rekan seprofesi.
e. Tanggung jawab Praktik lain
Anggota tidak
diperkenankan melakukan tindakan dan atau mengucapkan perkataan yang dapat
mencemarkan profesi.
3.
Interpretasi Aturan
Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang
dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT. KAI
Kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang
merupakan salah satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api
Indonesia. Dalam kasus PT. KAI, terdeteksi adanya
kecurangan dalam penyajian laporan keuangan, ini merupakan suatu bentuk
penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini
juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Dalam
laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia
mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,9 milyar telah diraihnya. Padahal,
apabila dicermati sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp.
63 milyar.
Komisaris PT. KAI, Hekinus Manao yang juga
sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh
Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT. KAI untuk
tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan
(BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan
direksi PT. KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang
saham, dan komisaris PT. KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan
keuangan PT. KAI tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah
hasil audit diteliti dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan
keuangan PT. KAI tahun 2005.
Adapun kejanggalan disebabkan karena perbedaan pandangan antara
Manajemen dan Komisaris bersumber pada perbedaan pendapat mengenai:
- Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
- Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
- Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
- Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
- Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Akuntan publik terjadi karena PT
KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang
baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses
terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang
telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan
Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu
diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5
Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006).
Kasus PT KAI di atas menurut
beberapa sumber yang saya dapat, berawal dari pembukuan yang tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya
menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika
profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa
menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan. Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005
disinyalir telah dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat
kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai
dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih
bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor
menyatakan Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar
akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak
tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta
api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang
mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Maka dari itu, berdasarkan
kasus yang terjadi didalam PT. KAI dapat disimpulkan bahwa Laporan Keuangan PT KAI disinyalir telah
dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam
laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa
diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan
Laporan Keuangan itu wajar. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi
keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan. Kasus ini juga berkaitan dengan
masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang menurut saya,
akuntan internal di PT. KAI belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan.
Kedelapan prinsip akuntan tersebut yaitu:
- Tanggung jawab profesi, dimana seorang akuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
- Kepentingan Publik, dimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanupulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.
- Integritas, dimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.
- Objektifitas, dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.
- Kompetensi dan kehati-hatian professional, akuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun laporan keuangan mengalami keuntungan.
- Kerahasiaan, akuntan harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Dalam kasusun ini akuntan sudah menerapkan prinsip kerahasiaan karena hanya melaporkan laporan yang dapat dipublikasikan saja.
- Perilaku profesional, akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melaporkan laporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.
- Standar teknis, akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar